Selasa, 21 Mei 2013

Subhanallah, Sejumlah Serdadu AS di Irak Menyatakan Diri Masuk Islam



Subhanallah, Sejumlah Serdadu AS di Irak Menyatakan Diri Masuk Islam


Ternyata gambaran Islam yang dipublikasikan oleh media-media Barat, jauh berbeda sama sekali dari realitas Islam sebenarnya. Setidaknya hal itu diperlihat kan oleh sejumlah prajurit laki-laki dan wanita AS yang bertugas di Irak, ketika mereka menyatakan diri masuk Islam. Lalu mereka menikah dengan orang-orang Islam Irak. Walaupun pernikahan itu ditentang oleh sejumlah warga setempat.

“Para tentara AS itu telah menyadari bahwa ajaran Islam sama sekali berbeda dengan informasi-informasi yang diprogandakan oleh media-media Barat,” lanjut Sheikh Mahmoud.

“Setelah bergaul setiap hari dengan warga Irak serta pengalaman berinteraksi dengan kalangan Muslim dari dekat di negeri yang terkoyak perang ini, banyak serdadu AS yang menyatakan keinginannya masuk Islam,” ujar Sheikh Mahmoud el-Samydaei, anggota Majelis Ulama Islam Irak, pada IslamOnline Rabu (13/8/2003).

Ulama Islam itu mengingatkan kembali para perwira AS yang telah masuk Islam agar memelihara agama itu sampai akhir hayat. Sebab orang yang mati tanpa membawa Islam, ujar Sheikh Mahmoud, matinya akan sia-sia. Para muallaf AS itu mendengarkan wejangan tersebut dengan terisak-isak, mengingat banyak masyarakatnya mati tanpa mengetahui sedikitpun tentang Islam.

Seorang perwira AS yang mendatangi Pengadilan Urusan Sipil di distrik el-Karkh, Baghdad pekan ini menyatakan; “Saya bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusanNya.”

Perwira AS itu kemudian menikah dengan wanita Irak, dr. Samar Ahmed yang pernah dijumpainya ketika dia bertugas menjaga Medicine City Hospital. Dia memilih Islam, kata perwira AS itu, lantaran keyakinannya yang penuh terhadap kebenaran Islam. “Saya masuk Islam bukan hanya lantaran untuk menikahi wanita Irak,” tukasnya.
Berdasarkan ajaran Islam, seorang pria non-Muslim dilarang menikahi seorang wanita Islam.

Hakim Agama Abd el-Azeim Mohammad Gawad el-Rasafi merestui pernikahan itu. Abd el-Azeim menegaskan bahwa pernikahan itu merupakan peristiwa pertama, seorang wanita Irak menikah dengan serdadu AS yang masuk Islam. Kepada IslamOnline Abd el-Azeim mengatakan, tak satupun agama di dunia, menghalangi pernikahan tersebut. Walaupun begitu sejumlah warga Irak menentang pernikahan antar etnis itu

Mualaf Latin di Amerika



Mualaf Latin di Amerika


Perasaan aneh dulu selalu dirasakan Jackie Avelar setiap kali terbangun saat subuh. Jam beker bersuarakan adzan lima kali sehari semalam, yang selalu membangunkannya dari tidur, tergeletak di satu pojokan ranjang.

Di pojok lain, sebentuk patung kecil Bunda Maria berlingkarkan rosario, lembut menatapnya. Sebagai seorang muslimah, sudah lama Jackie ingin menyingkirkan patung tersebut. Tapi dengan darah latin yang mengalir di tubuhnya, itu tak mungkin ia lakukan. Ayahnya, seorang penganut Katolik yang taat asal El Salvador, menginginkan patung itu tetap berada di sana. ''Saya merasa harus menghormati beliau,'' kata Jackie. Akhirnya, Jackie menemukan sendiri jalan tengah yang dirasanya nyaman: patung itu ditutupnya dengan foto keluarga besarnya.

Hingga kini, wanita 31 tahun itu mengaku masih harus berjuang dengan banyak hal. Berjuang menemukan keseimbangan dalam keluarga, berupaya nyaman berhadapan dengan dunia luar. Bahkan terus melawan dirinya sendiri.

Wajar saja, sebelumnya, Jackie tumbuh sebagai 'gadis pantai yang ceria'. Mengenakan tank-top layaknya gadis-gadis muda, saling menyentuh dengan lawan jenis dalam irama salsa yang panas. Kini, Jackie Avelar adalah tipikal seorang muslimah 'konservatif' yang memilih berbusana muslim dan menghindari pergaulan terbuka dengan laki-laki.

Jackie adalah muslim pertama di keluarga besar yang tak pernah mengenal agama selain Katolik itu. Perjalanan keluar dari negeri asal, yang membuat Jackie, juga ribuan imigran Amerika Latin lainnya, menemukan agama yang mereka rasakan cocok. Beberapa ratus diantaranya bertempat tinggal di wilayah Washington. Lainnya tersebar di seluruh Amerika.

Jumlah persisnya? Tak bisa dipastikan, tetapi diperkirakan antara 40 ribu hingga 70 ribu jiwa. Diduga, proses peralihan agama itu dipermudah dengan maraknya beredar Al Qur'an berbahasa Spanyol, majalah-majalah ke-Islaman, serta website. Tetapi, dengan memeluk agama baru itu, para imigran Latin tersebut langsung harus menghadapi perjuangan baru -- diskriminasi terhadap muslim, apalagi setelah peristiwa 11 September. ''Kadang timbul perasaan seolah mengkhianati jati diri, seolah meninggalkan keluarga besar,'' kata Jackie, perempuan bertubuh kecil, bersuara lembut, dengan muka bulat itu.

Para mualaf itu datang dari seantero Amerika Latin. Mereka umumnya beralasan, dalam Islam mereka menemukan kesalehan dan kesederhanaan yang tidak ditemukan dalam Katolikisme. Selain itu, sebagaimana keterikatan yang kuat dalam budaya Latin, Islam menekankan pentingnya keluarga. ''Hal itulah yang membuat para mualaf itu gampang beradaptasi,'' kata Jackie.

Sebagian lainnya termotivasi akibat perasaan terasing sebagai imigran di negeri orang. Apalagi umumnya para wanita Latin itu merasa betapa budaya barat -- termasuk budaya yang membesarkan mereka, begitu masokis. Lain lagi dengan Priscilla Martinez. Peralihan agama yang dialami generasi ketiga imigran asal Meksiko itu diawali dengan pertanyaan.

Dibesarkan di Texas, bukan sekali dua Martinez bertanya kepada para pastur tentang kepercayaan Trinitas -- Allah Bapa, Anak, dan Ruh Kudus -- dalam Katolikisme. Menurut pengakuannya, jawaban apapun yang diberikan para pendeta itu tidak pernah memuaskannya.

Pertanyaan itu kemudian berkembang, hingga akhirnya, ''Saya merasa tak punya hubungan apapun dengan Tuhan,'' kata Martinez, yang kini tinggal di Ashburn, bersama suami dan anak-anak mereka. Perkenalan Martinez dengan Islam sendiri berawal saat ia kuliah di University of Texas. Bermula dari kursus tentang sejarah Timur Tengah, dilanjutkan dengan aneka kegiatan kemahasiswaan yang melibatkan para mahasiswa muslim di universitas tersebut, pada akhir tahun pertamanya itu Martinez langsung mengucap syahadat. Dan itulah awal perjuangannya. Saat memberitahu keluarga yang merasa aneh dengan tingkah laku dan pakaian yang dikenakannya, kontan Martinez diancam dengan dua pilihan. Atau tinggalkan Islam dan kembali memeluk agama keluarga, atau pergi dari rumah. Martinez memilih meninggalkan rumah.

''Persoalannya lebih kepada budaya,'' kata Martinez, mengenang. ''Mereka merasa asing dengan saya, apalagi ketika tahu bahwa saya tak pernah lagi datang ke gereja.'' Ia sendiri kini merasa tenteram dalam keluarganya. Hanya satu hal dari dunianya yang lama yang masih membuatnya kehilangan -- berenang. Tetapi tidak sepenuhnya, karena saat ini pun Martinez mengaku masih bisa berenang dalam kolam renang di rumahnya sendiri. Atau kalaupun di luar rumah, sebelumnya ia memastikan bahwa temannya berenang semuanya wanita di sebuah kolam renang yang tertutup.

Keinginan untuk lebih dekat dengan pencipta, membuat Margareth Ellis berganti keyakinan. Menurut Ellis, di Panama, negara asalnya, Katolikisme yang berkembang, jauh dari religius. ''Padahal saya ingin memiliki hubungan yang dalam dengan Tuhan,'' kata Ellis. Tidak hanya itu, di AS, Ellis merasa terkucil. Sebagai wanita latin berkulit hitam, ia merasa warga Afro-Amerika pun tidak sepenuhnya bisa menerimanya. ''Saat saya berinteraksi dengan komunitas muslim, saya justru merasa nyaman. Mereka umumnya tak mempersoalkan darimana asal Anda, apa warna kulit Anda,'' kata Ellis yang kini mengubah nama menjadi Farhahnaz Ellis.

Sempat juga setelah Elllis berganti agama, bibinya sempat bertanya, ''Bagaimana mungkin kamu dapat meninggalkan kepercayaan ibu-bapakmu?'' Ellis tidak merasa perlu menjawab. Dengan beralih agama, kini identitasnya sebagai orang Latin --sebagaimana mualaf latin lainnya --tak nampak sudah. Pernah suatu saat Ellis yang berpakaian hijab, melintasi dua orang wanita latin di pusat kota. Kontan kedua wanita itu berkata keras dalam bahasa Spanyol, mengatai dirinya. ''Lihat,'' kata mereka, ''Wanita itu sinting, betapa panasnya.'' Tentu saja, Ellis yang berperawakan tinggi langsing, langsung menemui mereka dan membalas dengan bahasa Spanyol. ''Mereka langsung pergi,'' kata Ellis.

Ada berkah lain yang dialami Jackie begitu dirinya masuk Islam. Sebelumnya, Jackie selalu saja digoda pria-pria pekerja kasar, manakala lewat melintasi mereka. ''Oy, mamacita!'' teriak mereka, sambil bersiul. Setelah masuk Islam dan mengenakan hijab, hal itu tak pernah lagi ia temui. ''Mereka kini diam, Alhamdulillah,'' kata Jackie. Menurut para mualaf itu, tantangan terbesar sebenarnya keluarga. ''Saya baru berani memberi tahu ayah setelah dua bulan berganti kepercayaan,'' kata Jackie. Memang, saat itu ayahnya masih mencoba memengaruhinya untuk kembali. Namun ia segera sadar, putrinya telah memiliki tekad yang kuat untuk berubah.

persaingan usaha demi janda



                                        persaingan usaha demi janda



Adakah undang-undang yang melarang duda usia 45 tahun mengapeli janda kembang usia 21 tahun? Nggak ada! Tapi kenapa warga Desa Watugede Kecamatan Puncu Kabupaten Kediri (Jatim) tega mengeroyok si duda kasmaran? Jangan-jangan ini hanya karena persaingan usaha, yakni usaha menaklukkan si janda!

Tak bisa dibantah, janda kembang yang cantik selalu mengundang selera dan gairah kaum lelaki. Jangankan yang masih bujangan, sedangkan yang sudah berkeluarga saja banyak yang berspekulasi, siapa tahu ada jodoh. Bila sedang milik, bisa saja kan yang tua dan belakangan hadir, malah bisa muncul sebagai kuda hitam, dan selanjutnya menunjukkan dia punya tenaga kuda. Karenanya, bagi yang kalat set alias tidak kebagian, janganlah ngiri dan kemudian menebar fitnah.

Inilah agaknya yang terjadi di Desa Watugede, Kediri. Wiwik, janda kembang putri Pak Hendro memang memang lumayan cantik, setidaknya bisa bikin kontak pendulum kaum lelaki. Perhatikan betisnya yang mbunting padi, lalu bodinya yang seksi, dan kemudian kulitnya yang putih bersih. Wah, andaikan dibuka, pasti mengundang sejuta sensasi. Jangan ngeres dulu, maksudnya adalah membuka kerudung atau jilbabnya, karena sehari-hari si Wiwik memang selalu menggunakan busana muslimah.

Karena kecantikannya itu pula, banyak anak muda yang menaksir dirinya. Tapi sayang tak satupun dari mereka yang berhasil menaklukkan hati dan jiwa si Wiwik. Justru kemudian muncul seorang lelaki duda tua, namanya Untung, 45, yang begitu hadir langsung bisa diterima pasar. Maksudnya, duda tersebut akan diambil menantu alias menjadi bini Wiwik secara definitip. Mereka memang belum pernah nampak jalan bareng, tapi begitu betahnya Untung di rumah Pak Hendro, sedang Pak Hendro betah saja ketamuan dia, sungguh membuat anak muda desa itu cemburu.

Anak-anak muda itu pernah mendekati Untung, dengan maksud agar mundur dari pencalonan, mengingat usianya yang bukan lagi muda. Berikan kesempatan kepada yang lebih muda, yang mampu menjawab tantangan zaman. Tapi duda keren itu tak menggubris. Analoginya, yang nyapres usia 50 tahun lebih saja tak dibatasi, kenapa usia 45 dilarang mencari istri usia 21 tahun. “Kan ujung-ujungnya juga sama, untuk nyoblos atau nyontreng….,” begitu dalih Untung.

Hal ini yang membuat para penaksir Wiwik semakin cemburu. Maka sebagaimana yang terjadi beberapa hari lalu, baru saja Untung mau apel di rumah Wiwik, langsung dihajar para pemuda hingga pingsan dan babak belur. Tak ayal lagi sejumlah pemuda digiring ke Polsek Puncu. Dalam pemeriksaan mereka juga mengakui bahwa tak punya hak melarang duda mengapeli janda kembang. Tapi katanya, demi kepatutan mbok yang sudah usia 45 tahun macam Untung jangan pula ikut berlomba. Iku kan sama saja gak ngoman-omani.


Disiksa karena Masuk Islam



Disiksa karena Masuk Islam
 

Saya terlahir di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Sejak kecil saya dididik dan dibesarkan di lingkungan masyarakat dan keluarga kristiani yang taat, khususnya Kristen Protestan. Apalagi papi saya, Drs. Edward Mamahit, seorang pendeta dan pensiunan ABRI. Sebagai seorang pendeta, papi sering memberikan siraman rohani di gereja. Sebagai anaknya, tentu saja saya dituntut untuk mengikuti papi setiap kali diadakan kebaktian.

Semula nama saya Maria Christin Mamahit. Saya adalah alumnus Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, mengambil Jurusan Teknik Sipil. Saya lulus dengan meraih gelar insinyur. Pada tahun 1984, saya hijrah ke Jakarta. Di kota ini saya menikah dengan seorang Aria bernama Albert Pepa, yang juga penganut Kristen. Sejak menikah saya tinggal di daerah Kemayoran, Jakarta Pusat. Dari perkawinan itu, saya memiliki empat orang anak yang masih kecil-kecil.

Sebetulnya saya mengenal Islam cukup lama. Sebelum menikah, diam-diam saya telah mempelajari Islam dengan membandingkan kitab suci Al-Qur'an dan terjemahannya dengan Kitab Perjanjian Lama serta Perjanjian Baru, tanpa sepengetahuan suami dan keluarga.

Rupanya ayat suci AlQur'an yang saya baca telah mengguncangkan iman kristiani saya. Sungguh, ketertarikan saya pada Islam kian menggebu-gebu, hingga saya mencoba urttuk mendalami ajaran Islam lebih luas lagi.

Setelah saya banding-bandingkan, saya lantas menarik kesimpulan bahwa ajaran Islam ternyata agama yang mulia dan diridhai Tuhan. Tidak hanya itu, Kitab Injil Perjanjian Baru yang selama ini menjadi pegangan umat kristiani, ternyata telah direkayasa dan banyak kebohongannya. Yang jelas, saya sudah mendalami kristologi selama empat tahun. Sedangkan Kitab Perjanjian Lama, menurut saya, ada sebagian ayatnya yang hampir sama dengan Al-Qur'an, seperti pernyataan bahwa agama terakhir adalah agama Islam.


Masuk Islam dan Disiksa

Karena bersemangat, secara spontan saya mengungkapkan keinginan untuk masuk Islam di depan suami saya. Mendengar kata-kata saya itu, saya lihat wajah suami saya seperti mendengar halilintar di siang bolong. Betul saja dugaan saya itu. Suami saya murka besar.

Tanpa belas kasih sedikit pun, ia menghujamkan pisau dapur ke tubuh saya sebanyak lima tusukan. Di depan anak-anak saya yang masih kecil, suami saya seperti orang kerasukan setan. Ia mencabik-cabik tubuh saya. Ya Allah..., seketika tubuh saya roboh dan berlumuran darah. Sementara masyarakat yang menyaksikan kejadian itu hanya diam terpaku.

Singkat cerita, saya tetap meneguhkan tekad untuk masuk Islam, walaupun saya tahu suami dan papi saya akan membenci. Pada tanggal 30 Mei 2000, di Masjid Jami Al Makmur, Klender, Jakarta Timur, saya bersama. kedua anak saya yang ketiga dan keempat resmi masuk Islam. Nama saya yang semula Maria Christin diganti menjadi Siti Khadijah.

Apa yang terjadi setelah saya masuk Islam? Sepulang ke rumah, suami lagi-lagi menganiaya saya. Badan saya disiram air panas, hingga kulit sekujur badan melepuh kesakitan. Sedangkan telinga putri saya yang masih kecil, usia enam tahun dicengkeramnya keras-keras.

Sejak itu saya pisah dengan suami. Saat itu, saya tak tahu ke mana harus berteduh, hingga saya harus singgah dari masjid ke masjid. Terakhir di sebuah masjid bersejarah di daerah Tanah Abang, Jakarta Pusat. Papi yang mendengar kabar saya masuk Islam, sudah tak lagi menganggap saya sebagai anaknya.Tetapi, saya tetap menganggap beliau sebagai papi saya.

Setelah dua kali percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh suami terhadap saya, maka saya menuntut keadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hingga akhirnya suami saya dinyatakan bersalah oleh hakim dan dikenai sanksi hukuman dua bulan penjara. Tapi, sebelumnya saya pernah diancam oleh pengacara suami agar saya mencabut tuntutan saya ke pengadilan.

Meski saya disiksa oleh suami dan tidak diakui lagi oleh keluarga sendiri, demi Allah, saya tak gentar dan takut mati. Apa pun rintangan, ujian, dan cobaan yang saya hadapi, saya tetap menjadi muslim sebagai jalan hidup saya sampai mati. Sebab, agama yang paling mulia dan diridhai Allah adalah agama Islam. Sungguh, saya tak ingin tersesat selamanya.

Akhirnya, saya dengan kedua putri saya bergabung di Yayasan Anastasia Yogyakarta, sebuah yayasan yang didirikan para mualaf untuk mendapatkan pembinaan dan pendalaman Islam labih jauh lagi. Pak Kudiran, adalah seorang mantan pendeta yang mengajak saya untuk bergabung di Yayasan ini. Di Yayasan ini, saya ingin menjadi seorang mubalighah, insya Allah. Saya hanya mohon doa dan para pembaca.


dari budak belian jadi bintang



dari budak belian jadi bintang
Masuk Islam di usia muda karena beneran yakin akan kebenarannya. Kehebatannya dalam mengolah bola ke dalam keranjang itu mengganjarnya MVP berulang kali

Bagi orang amrik, pertandingan basket NBA merupakan salah satu bagian penting dari kehidupan mereka. Jangan ditanya gilanya kayak apa. Mirip-mirip sepak bola seri A bagi orang Italia mungkin. Bintang-bintang NBA udah nggak ada bedanya ama seleb Holywood. En jauh sebelum Yao Ming, Dennis Rodman, atawa Michael Jordan ngetop ada seorang pebasket muslim hebat yang mengguncangkan dunia basket NBA, siapa dia..?, ya..dia adalah Karim Abdul Jabar

Penggemar bola basket pasti mengenal nama ini. Legenda bola basket ini terlahir sebagai katholik, namun menyatakan diri muslim pada usia 21 tahun. Karim terlahir dengan nama Ferdinand Lewis Alcindor Jr. di Harlem, New York pada tanggal 16 Agustus 1947. Nama Alcindor yang dilekatkan pada nama Ferdinand adalah nama budak belia. Ceritanya diawali dari nenek moyangnya yang berasal dari Afrika Barat yang bermigrasi ke Dominika di kepulauan Trinidad, sebagai budak belian dibawa oleh sang tuannya yang bernama Alcindor. Semua budak beliannya diberi nama Alcindor untuk menunjukkan kepemilikan . Alcindor membeli para budak belian dari kawasan Afrika untuk dipekerjakan di Dominica atau bahkan mungkin dijual ke pihak lain. Rupanya nama Alcindor kemudia diturunkan hingga beranak pinak. Karim pun memakainya.

Keputusannya memeluk Islam jauh berbeda dengan Muhammad Ali, legendaris tinju kelas berat dunia yang lebih pekat kesan politiknya. Karim justru memeluk Islam karena memang ia ingin memeluknya. Bukan atas dasar konflik politik AS kala itu yang memperlakukan kulit hitam sebagai warga kelas dua.
Rupanya sekolahnya dilembaga pendidikan Katholik justru membuatnya memiliki dasar-dasar yang kokoh tentang keyakinan bahwa adalah seorang muslim. Sebab itu Karim menginginkan hidup dengan mengikuti pentunjuknya. Dalam Islam, Karim menemukan keutuhan siapa sesungguhnya Nabi Isa as itu.

Semakin dalam dia mempelajari Al Quran, bertambah jelas bagi Karim kesesuaian wahyu dengan logika. Semangatnya untuk memperdalam agama Islam semakin membara, untuk itu Karim pun belajar bahasa Arab dan mulai menerjemahkan Al Quran dengan bantuan kamus. Ia mengaku untuk menterjemahkan tiga kalimat saja, dibutuhkan waktu 10 jam..!. Namun hasil yang ia peroleh sangat menggembirakannya. Ia menjadi mengerti tata bahasa Arab.

Ketika Karim Abdul Jabar “dibeli” oleh klub Lakers, ia terjun dalam sebuah pertandingan di Detroit, banyak sekali fansnya di kota ini. Karir Karim di NBA memang melesat bak meteor. NBA sendiri menobatkannya sebagai pebasket paling talented. Hampir pasti, tim yang diperkuatnya selalu saja menang dalam pertandingan dengan skor yang sangat mencolok. Sebagai bukti otentik dari kehebatannya, Karim terpilih menjadi Most Valuable Player (MVP) NBA selama tiga kali yaitu pada tahun 1971, 1972 dan 1974. Pada tahun 1989 Karim mengundurkan diri dari gelanggang NBA, tapi walaupun begitu, nggak sedikit dari pebasket top dunia yang masih menaruh respek pada Karim. Itula Karim Abdul Jabar sipebasket ulung yang tidak malu dengan identitas keislamannya